Senin, 02 Juni 2008

Hati-Hati Dengan Rasa Permusuhan

Di usianya yang masih di bawah 40 tahun, Andi seorang yang cukup sukses. Punya banyak pengalaman dan penghasilan tinggi. Tapi ada satu hal yang sering membuat lingkunganya mengernyitkan alis. Andi kerap kehilangan pekerjaan. Ia hanya bisa bertahan di sebuah perusahaan dalam kurun waktu yang relatif singkat. Walaupun dia akan cepat mendapatkan ganti pekerjaan, tetapi sekali lagi, ia akan kehilangan pekerjaan itu. Kalau tidak mengundurkan diri,, ya dipecat. Begitu seterusnya….

Sampai pada suatu ketika, sebelum memecatnya, perusahaan tempat Andi bekerja mengirimnya ke seorang psikolog untuk mengetahui ada apa dibalik sikap Andi yang kerap menyebalkan itu, sehingga sering mendorong pimpinan perusahaan untuk memecatnya. Dalam percakapan selama beberapa jam dengan psikolog, mencuatlah perasaan permusuhan yang amat sangat dari dalam diri Andi,., dan ini bisa terlihat dari kalimat-kalimat yang dilontarkannya…

Ketika ditanya mengapa ia sering meninggalkan perusahaan tempatnya bekerja, Andi dengan cuek menjawab, “semua pimpinannya menyebalkan. Dan saya yakin Anda juga akan membencinya”…

Saat sang psikolog menanyakan komentar tentang pimpinan yang baru, Andi menjawab lantang,” manager saya tidak cukup punya kemampuan”..

Dan jawaban negatif bernada permusuhan itu terus keluar dari mulut Andi sepanjang percakapan berjam-jam dengan psikolognya.

Beberapa penelitian menunjukkan, rasa permusuhan dan marah yang tidak terkendali seperti yang terjadi pada Andi bukan tanpa sebab. Dan penyebab yang paling dirasa significan, adalah hal atau kejadian menyakitkan yang pernah dialaminya. Apapun itu. Seperti yang dituangkan dalam buku It’s Me, A Guide to Better Understanding Yourself, Michael J Gelb mengatakan, keadaan atau peristiwa menyakitkan adalah penyebab kemarahan dan permusuhan.

Keadaan menyakitkan ini bisa berupa pengalaman “diasingkan” lingkungan dan keluarga, kecemburuan terhadap kesuksesan saudara atau rekan, tekanan tinggi saat masa kanak-kanak dan remaja oleh orang tua. Yang jelas, peristiwa masa lalu yang membuatnya merasa tersiksa dan sakit hati.

Rasa sakit ini terus mengendap dalam diri mereka. Dan jika tidak bisa terlupakan atau tersalurkan secara positif, malah akan meledak sewaktu-waktu dalam bentuk kemarahan dan permusuhan terhadap orang-orang di sekitarnya. Baik lingkungan keluarga, pertemanan atau pekerjaan seperti yang dialami Andi.

Lantas apa yang harus dilakukan jika kita memiliki masalah psikologis seperti itu? Jawabannya sederhana. Belajar kendalikan emosi dan kemarahan, selain belajar menerima kenyataan pahit kita di masa lalu sebagai bagian dari perjalanan hidup kita, dan bukan sebagai sesuatu yang senantiasa akan membebani hidup jiwa kita. Bukan hal yang mudah memang, tapi memulainya semenjak dini akan menjadi penyelamat bagi ketengan jiwa kita di masa kini dan akan dating.

Tidak ada komentar: